Pada pelajaran sains sewaktu SD, kita belajar tentang ciri-ciri makhluk hidup; yang salah duanya adalah bertumbuh dan berkembang. Bertumbuh berarti mengalami perubahan yang bisa dilihat secara fisik (tambah tinggi), sementara berkembang adalah perubahan yang tak kasat mata (mulai aktifnya organ reproduksi).
Sebagai sesama makhluk hidup, kita juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam proses menuju dewasa. Dalam konteks manusia, “berkembang” menjadi suatu kondisi yang lebih kompleks karena kita dikaruniai akal budi dan hati nurani. Berkembang bisa meliputi bertambah kepintaran (secara kognitif), tambah tertib & teratur, tambah bisa memaafkan, tambah mengimani Tuhan-nya, dan hal-hal sejenisnya.
Ternyata di antara sekian aspek dalam diriku yang telah berkembang, ada satu bagian yang perkembangannya cukup menggelikan dan tidak dituliskan dalam buku sains. Yak, betul. Perkembangan dalam selera makan.
Saat dewasa, aku bisa menerima lebih banyak jenis makanan.
Makanan paling aneh yang bisa aku terima adalah acar. Iya, itu tuh, timun kecut yang suka ada di pinggiran piring pas kita beli nasi goreng. Sewaktu kecil, acar yang kudapat selalu kusisihkan dan berikan ke piring bapak. Bahkan hingga SMA, aku akan menyelipkan “Mboten sah ngangge acar, Pak” setiap memesan magelangan, bakmi godhog, dan makanan sejenisnya.
Sekarang, setiap sepiring nasi goreng diantar ke meja, dengan sukarela aku menambahkan dua hingga tiga sendok acar. Aku berkembang menjadi manusia yang mencintai acar. Entah kenapa, acar di pinggiran piring nasi goreng adalah hal yang make sense untuk eksis.
Kasus yang mirip terjadi pada bawang merah iris di atas gundukan tusuk sate madura. Bisma kecil mana bisa menoleransi hal tersebut. Sate ya sate. Daging dan kulit yang disiram bumbu kacang dengan kecap. Tak kusangka-sangka, Bisma yang sekarang menjadi seorang maniak bawang merah. Aku tanpa ragu akan menyendokkan banyak sekali bawang merah di atas sateku.
Kemudian ada petai. Ya… mana ada sih anak kecil yang suka petai? Ya mungkin ada, tapi pasti ngga banyak. Nah, ngga tau semenjak kapan, aku kini juga bisa menikmati petai sebagai salah satu jenis makanan. Ngga cuma pelengkap dalam sayur, tapi memang sebagai menu; seperti sambal petai.
Biar begitu, tetep aja ada hal yang ngga berubah dalam kebiasaan makanku.
Contohnya adalah kebiasaan menambahkan kecap, saos, dan sambal dalam makanan macam soto, bakso, dan mie ayam. Dari dulu hingga sekarang, aku ngga pernah melakukan hal itu. Menurutku, racikan-racikan tambahan itu malah merusak rasa asli dari hidangan yang ku pesan.
Aku juga masih meyakini bahwa makanan itu nggak punya waktu. Ngga ada yang namanya makanan pagi, siang, malam. Mau makan sate pagi-pagi ayok, nyari soto malem-malem juga gassss. Yang terpenting dari aktivitas makan adalah MAKAN!
Sekian tulisan Senin ini. Terima kasih sudah membaca sampai selesai.
Keep in touch, ya!
gpBisma