Dua edisi Senin sebelumnya, aku menulis tentang menikmati ritme kerja di agensi, tentang mencintai pekerjaan yang sedang kujalani. Setelah kurenung-renungkan lagi, ada topik menarik yang bisa aku bahas lebih dalam terkait hal tersebut: bahwa pekerjaan dan hobi adalah dua hal yang berbeda. Hobi adalah sesuatu yang kita cintai, dan kita pilih untuk tekuni. Sementara pekerjaan adalah sesuatu yang kita pilih, dan dalam prosesnya kita coba untuk cintai.
“Kalau hobi kita jadikan sebagai pekerjaan, enak dong? Kitanya suka, dibayar lagi.” Nah, itu pemikiranku dulu waktu masih sekolah dan kuliah. Nyatanya, menjadikan hobi sebagai pekerjaan, membuat kita malah tidak menikmati aktivitas tersebut. Hobi yang jadi duit, bikin kita kehilangan hobi kita.
Yang namanya pekerjaan tuh pasti capek, ada pressure, dan transaksional
Kita bakal bersinggungan dengan banyak pihak yang perlu kita jaga ekspektasinya. Ada bos kita, kolega, bosnya bos kita, klien, rekanan, dan lain sebagainya. Kalau di pekerjaan kita nggak meet the expectations, implikasinya bakal kena marah, ada tuntutan untuk berusaha lebih, bakal banyak lembur, dll. Mau ga mau itu harus dilakukan, karena kita dibayar cuy. Kalau ngeyel, ya perut ga bakal makan.
Sementara itu, hobi jadi sesuatu yang kita lakukan untuk having fun. Ada waktu luang? Kita lakuin hobi. Penat sama kerjaan? Kita lakuin hobi. NAH, kalau hobi kita adalah pekerjaan? Remuk cuy. Yang terjadi adalah kita akan muak dengan hobi/pekerjaan kita dan berujung mencari alternatif lain.
Salah satu contohnya ya aku ini
Sewaktu SMA dan kuliah, aku suka menulis. Entah puisi, iseng-iseng bikin tulisan random, bikin konten tulisan di story IG. Semua itu berubah saat aku jadi copywriter. Aku jadi muak menulis. Bikin ini salah, itu salah, gini ga bener. Capek. 24/7 disuruh nulis terus. Menulis sesuatu yang memuakkan, yang dijelek-jelekin, yang ujung-ujungnya ga dipakai karena tidak sesuai standar.
Sampai suatu saat aku sadar, bahwa aku perlu mencari medium lain untuk menyalurkan hobiku, tanpa ada pressure dan tekanan dari pihak manapun. Jadi lah aku menulis Sesenin Sekali ini. Iya bener, aku tetep kerja jadi penulis, dan aku tetep suka menulis. Cuman, hal yang aku jalani sebagai hobi ini tetap bukan sesuatu yang komersil.
Ada contoh lain dari sesuatu yang sangat kekinian dan kita lihat menarik: gamers. Menjadi pemain gim profesional kayaknya asik gitu, ya. Kayak ada gitu, ya, orang main gim tapi dibayar.
Cuman ternyata, para gamers ini 24/7 dikarantina buat latihan terus-terusan. Ya bayangin tiap saat kamu disuruh main game yang sama, terus dimarahin lagi kalau jelek. Muak, cuy. Ujung-ujungnya, mereka bakal cari aktivitas lain, atau paling dekat adalah cari game lain, yang bisa dipakai sebagai hobi untuk refreshing.
Ada satu lagi contoh yang paling ekstrem. Mungkin agak sedikit melenceng dari hobi, tapi ini cukup eye opening. Aku sempet nonton film dokumenter tentang industri pornografi di Netflix, judulnya “Money Shot: The Pornhub Story”. Salah satu porn star yang diwawancara cerita kalau saking seringnya berhubungan seks dengan buanyak sekali lawan main yang berbeda, dia sampai jadi aseksual.
ASEKSUAL. Buset, dah. Ni orang sampai-sampai menganggap hubungan seks sebagai “business as usual”. Ya dia tetep kerja, tetep dibayar, tapi ya udah. Gitu doang. Wkwkwkwkw aku tahu ini agak aneh dan melenceng, tapi menurutku cukup eye opening; cukup menunjukkan kalau kamu melakukan sesuatu karena dibayar, ya itu bakal jadi hubungan transaksional yang orientasinya adalah uang.
Oiya, mungkin tulisan ini nggak relevan di beberapa pekerjaan
Pertama adalah seniman, karena konsepnya seniman adalah suka-suka yang bikin. Aku bikin karya seni suka-suka aku, pas udah jadi, ya terserah kamu mau suka boleh, ga suka ya bodo amat. Untuk seniman-seniman besar, udah pasti karyanya diincar oleh banyak orang. Tapi buat yang baru merintis, belum tentu ada yang melirik.
Kedua adalah tokoh agama. Misal kalau kamu jadi Romo, ya udah itu kan panggilan, ya. Memang passion di situ, memang hobinya adalah melayani orang. Selain itu, Romo kan juga orientasinya bukan uang. Jadi dibilang pekerjaan ya, bukan juga. Lebih ke panggilan hidup mungkin ya? Tapi ya ga tau ya, kalau ada tokoh agama yang orientasinya adalah cari duit~
WAH panjang juga tulisan Senin ini. Thanks berat udah baca tulisan fafifu ngalor-ngidul ini. Buat kamu yang sekarang jadiin hobi sebagai pekerjaan, please banget cari hobi lain atau pekerjaan lain. Jangan sampai kamu stres dan ga punya sarana pelampiasan ke something yang positif.
Keep in touch, ya!
gpBisma